Monday, October 26, 2009

Ujian atau Adzab?

Bulan Mei 2006 beberapa tahun yang lalu, perhatian penduduk Indonesia sedang tertuju dengan penomena Gunung Merapi yang sedang bergejolak, yang mana sewaktu-waktu akan memuntahkan berjuta-juta ton material yang ada di dalamnya….terlebih penduduk Yogyakarta yang berada paling dekat dengan gunung merapi tersebut.

Tanggal 26 Mei 2006 aku tidur sendirian di kamar, karena Kakak Muhaimin yang satu kamar denganku sedang rihlah ke Pantai Parangtritis dengan kawan-kawannya. Ku isi malam tersebut dengan belajar mempersiapkan untuk ujian akhir semester - yang baru saja berjalan dua hari - hingga waktu istirahat biasanya yaitu kira-kira jam 22.00 Wib. Namun hingga jam menunjukkan 01.00 Wib, tanggal 27 Mei 2006, tidak biasanya diriku sangat sulit untuk memejamkan mata, biasanya hari-hariku yang penuh dengan aktivitas organisasi selalu menuntut untuk segera istirahat sebelum jam-jam tersebut, apalagi ba’da sholat isa sudah belajar mempersiapkan ujian akhir semester…..walaupun demikian tetap saja diriku tidak mau memejamkan mata, sehingga diriku memutuskan untuk berwudhu ke belakang agar dapat memberikan ketenangan. Alhamdulillah setelah wudhu, ku rebahkan diriku serta diiringi dengan do’a aku pun dapat istirahat dengan tenang…

Jam 04.15 Wib, seperti biasa, aku sudah terbiasa untuk bangun bersiap-siap sholat subuh, dengan niat ikhlas ku langkahkan kaki ke masjid untuk menunaikan solat subuh berjama’ah di masjid, sepulang dari masjid ku raih Al-Ma’tsurat di rak untuk kubaca secara rutin setiap pagi. Selesai membaca wirid al-Ma’surat, sengaja saya tidak mengulangi pelajaran yang telah dipersiapkan semalam, karena selain hari sabtu memang tidak ada ujian, dan baru akan dimulai lagi hari kamis depan, jadi yang terfikir ketika itu masih ada waktu selama tiga hari lagi untuk mempersiapkan ujiannya, sehingga saya pagi ini bisa santai.

Karena itu diriku langsung memutuskan menghidupkan komputer, untuk menyelesaikan tugas-tugas organisasi, hingga diriku pun larut dan terfokus dengan monitor dan keyboard dalam menyelesaikan tugas-tugas tersebut… tiba-tiba, prak…wush…bummm, gdubrak monitor dan lemari buku yang menempel di dinding tiba-tiba jatuh dihadapanku disertai goncangan saling menyusul sangat kuat. Tanpa diberi aba-aba diriku dan teman-teman yang satu kontrakan berhamburan keluar menyelamatkan diri – saat itu yang terlintas difikiranku pasti merapi meletus dan batu-batu sebesar rumah berhamburan melayang menimpa kota Yogyakarta. Goncangan bak bumi terpecah belah masih berlangsung, semua orang lari kocar-kacir kebingungan untuk menyelamatkan diri dari timpahan benda karas. Dalam suasana panik, serta masih mengenakan kain sarung saya diringi ka’ Buya mencoba menghindar dari tertimpah benda keras. Tiba-tiba bruukk…sebuah rumah roboh tepat dihadapan kami berdua, sehingga membuat seluruh badan dingin dan bergetar kian ketakutan, hingga tidak bisa bergerak lagi.

Kejadian tersebut hanya berlangsung dalam hitungan detik saja, semua hening sejenak dan rumah-rumah telah berserakan roboh di sana-sini disertai listrik yang mati. Sesaat kemudian mulai terdengar suara tangis, dan minta tolong, semua orang masih dalam ketakutan yang sesekali masih terasa gempa susulan. Semua orang masih sibuk dengan diri masing-masing ada yang mencari anak dan istri, keluarga, serta menelepon keluarga namun tidak bias juga karena jaringan telpon juga rusak. Beberapa orang masyarakat yang ada disekitar kami beruasaha untuk mendapatkan kepastian perihal kejaian yang baru saja berlangsung. Ada yang berusaha menghidupkan radio dll, sesaat kemudian barulah terdengar bunyi berita dengan suara yang terbata-bata salah seorang penyiar radio memberitakan bahwa di jogja baru saja terjadi gempa dahsyat…


Isu tidak bertanggungjawab.
Beberapa jam kemudian semua orang berkumpul di tanah lapang dengan harapan bisa terhindar dari gempa susulan, sebagian masih sibuk mencari sanak family dan harta yang masih bisa diselamatkan. Tiba-tiba saja dari arah selatan banyak orang berlarian menuju utara dengan panik sambil meneriakkan bahwa ada tsunami, dan air sudah memasuki kota. Suasana semakin panik, semua orang yang tadinya sempat berkumpul di lapangan badminton dekat kost, menjadi berhamburan berlari menuju ke utara untuk menyelamatkan diri. Saya pun ikut panik, terlintas dibenakku akan dahsyatnya tsunami yang terjadi di aceh beberapa bulan yang lalu. Suasana semakin tidak karuan, semua oarang dalam kebingunngan mau lari kemana.....dalam kebingungan tersebut ada suatu hal yang sedikit membuat diriku geli – betapa takutnya ternyata manusia dengan kematian serta dekatnya dengan tuhan jika dalam kondisi terdesak - melihat aksi takbir beberapa orang yang ada di dalam kerumunan masyarakat yang panik. Allahuakbar…..Allaaahuakbar disusul oleh masyarakat yang lain dalam kondisi panik. Beberapa kali tekbir tersebut tidak membuat masyarakat yang panik menjadi tenang, malah banyak yang ikut berlarian ke jalan untuk menyelamatkan diri juga. Diriku saat itu hanya terpaku pasrah sambil melihat ke atas mungkin ada tempat yang lebih tinggi yang dibisa dinaiki untuk menyelamatkan diri jika tsunami benar-benar datang…..namun, yang terlihat olehku hanyalah sebuh tiang listrik dengan kondisi yang sudah hampir roboh akibat ditimpah rumah, yang mana sangat mustahil bisa memberikan keselamatan dari hantaman air tsunami jika benar-benar datang, diriku pun ikut gamang, pasrah…dan akhirnya saya pun berlari mengikuti gelombang manusia yang berdesak-desakan memenuhi lorong dan jalan untuk mencari keselamatan menuju utara… Bunyi deru motor, tangisan dan ucapan-ucapan dzikir tanda mengingat tuhan menyatu dalam kepanikan di jalan Timoho dan Jalan Adi Sucipto. Sebagian orang lari dan tanpa ingat apa-apa lagi, ada yang tubuhnya masih berdarah, membawa tas koper, kucing dan lain-lain….ditengah kapnikan tersebutlah sebuah isu kembali membuat orang semakin panik alang kepalang, bak dikejar malaikat pencabut nyawa yang semakin mendekat.

"Cepat lari ke selatan !, lahar marapi juga sedang mengalir dari sebelah utara…" teriak orang yang tidak jelas sumbernya. Kejadian tersebut membuat arus manusia yang berlarian dari dua arah yang berlawan tersebut menjadi bertabrakan dan membuat motor bahkan mobil ikut bertabrakan bahkan ada yang ditinggalkan begitu saja di jalan…saat itu sebagian besar orang mencari tempat yang lebih tinggi untuk berlindung dianataranya masjid kampus dan bangunan UIN Sunan Kalijaga yang sebagian juga telah roboh dijejali manusia….
 

© free template by Blogspot tutorial